Rabu, 10 Agustus 2011

11 Hal yang Membedakan Antara Bos dan Pemimpin



Sebuah pekerjaan yang mirip namun tak sama, bagaimana cara kerja seoorang BOS dan Pemimpin?

1.Seorang BOS menciptakan rasa takut dalam diri anak buahnya.
Seorang PEMIMPIN membangun kepercayaan.

2. Seorang BOS mengatakan "saya".
Seorang PEMIMPIN mengatakan "kita"

3. Seorang BOS tahu bagaimana pekerjaan harus dilakukan.
Seorang PEMIMPIN tahu bagaimana suatu karier harus ditempa.

4. Seorang BOS mengandalkan kekuasaan.
Seorang PEMIMPIN mengandalkan kerjasama.

5. Seorang BOS menyetir.
Seorang PEMIMPIN memimpin.

6. Seorang BOS menyalahkan.
Seorang PEMIMPIN menyelesaikan masalah dan memperbaiki kesalahan.

7. Seorang BOS menguasai 10% tenaga kerja bermasalah.
Seorang PEMIMPIN menguasai 90% tenaga kerja yang kooperatif.

8. Seorang BOS menyebabkan dendam bertumbuh.
Seorang PEMIMPIN memupuk antusiasme yang bertumbuh.

9. Seorang BOS menyebabkan pekerjaan menjemukan.
Seorang PEMIMPIN menyebabkan pekerjaan menyenangkan / menarik.

10. Seorang BOS melihat masalah sebagai musibah yang akan menghancurkan perusahaan.
Seorang PEMIMPIN melihat masalah sebagai kesempatan yang dapat diatasi staff yang bersatu padu, dan berubah menjadi pertumbuhan.

11. Seorang BOS berkata, "Pergi!"
Seorang PEMIMPIN berkata, "Ayo Pergi!"

Nah, jika suatu saat kamu cukup beruntung berada di situasi seperti itu, yang mana yang mau kamu pilih, mau jadi BOS atau seorang Pemimpin? Pilihan ada di tanganmu . .

Senin, 08 Agustus 2011

Hati – Hati Memberi Pujian Pada Anak


Memberi pujian kepada anak, bagi sebagian orangtua, menjadi alat yang digunakan untuk mendorong anak melakukan sesuatu.

Dengan memuji, orang tua ingin memberitahukan kepada anak bahwa mereka senang dengan kemampuan anak. Namun demikian, perlu diperhatikan caranya agar hasilnya efektif.

Menurut Robin Goldstein, ahli pengembangan anak dari Universitas Jon Hopkins, pujian bisa berdampak negatif apabila dilakukan terlalu sering dan tidak pada kondisi yang wajar.

Seorang anak memiliki dorongan yang kuat untuk menyelesaikan segala sesuatu dengan caranya sendiri dan berhasil melakukannya.

Dia menjadi gembira untuk belajar, termotivasi untuk mencoba hal-hal baru, dan berminat meniru orang dewasa.

Menyadari kemampuan tersebut, orangtua perlu berhati-hati untuk memuji anak. Perlu menentukan kegiatan apa yang perlu pujian.

Ketika orang tua memberikan pujian terhadap keberhasilan anak, perlu dipertimbangkan apakah pujian itu berdampak positif.

Misalnya, apakah untuk melakukan tugas sederhana seperti mampu menggunakan kamar kecil atau makan sendiri memerlukan pujian.

Dikuatirkan apabila berlebihan, anak berpikir bahwa dia melaksanakan itu demi orang tua, bukan kepuasan sendiri. Seorang anak yang dipuji atas keberhasilannya akan mulai curiga dan kurang percaya akan kemampuannya.

Anak akan tergantung pada pujian sehingga dia tidak yakin akan keberhasilan tindakannya sebelum dia mendengar pujian yang diberikan.

Dengan demikian, berilah pujian secara efektif. Tentukan tindakan mana yang memerlukan pujian. Caranya bisa dengan kata-kata, pelukan, senyuman, dan anggukan kepala tanda persetujuan

Minggu, 01 Mei 2011

Bahan Berbahaya Dalam Makanan Cepat Saji

Metro TV

LAIN kali bila Anda ingin membeli fast food, pikirkanlah otak Anda. Dengan memilih es teh tawar ketimbang minuman soda, ayam bakar ketimbang goreng, tanpa sadar Anda akan terhindar dari dua bahan makanan berbahaya yang biasa dikandung fast food.

Apa saja dua bahan berbahaya tersebut?

1. Lemak jenuh

Dalam sebuah studi di laboratorium, para peneliti Kanada menemukan bahwa makanan kaya lemak jenuh seperti hamburger, keju, krim salad dressing, dan milkshake meningkatkan tingkat protein otak yang berhubungan dengan Alzheimer. Risiko itu pun terhitung delapan kali lebih tinggi daripada makanan kaya lemak 'baik' seperti pada ikan dan kacang-kacangan.

2. Gula

Minuman terlalu manis akan menurunkan kemampuan memori dan menggandakan jumlah plak amiloid yang memicu Alzheimer, menurut studi laboratorium di Amerika. Maka itu ada alasan kuat untuk mengatakan tidak terhadap soda, teh manis, dan makanan penutup seperti kue dan pai. (MI/ICH)

MERANGSANG KECERDASAN ANAK


Ada banyak hal yang bisa membuat anak menjadi lebih pintar, tentunya selain dengan belajar di sekolah. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membuat anak menjadi lebih pintar, seperti dikutip dari MSNNews, :

1. Bermain permainan yang berpikir

Catur, teka-teki silang dan sudoku selain menyenangkan juga mendukung strategi berpikir anak-anak, bagaimana cara menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan yang kompleks.

2. Bermain musik

Bermain musik selain menyenangkan juga bisa merangsang pertumbuhan otak kanan. Menurut sebuah studi di Universitas Toronto, diadakannya pelajaran musik bisa memberikan keuntungan dalam meningkatkan IQ anak dan performa akademisnya. Semakin lama waktu yang digunakan untuk bermain musik maka efek yang dihasilkan juga semakin besar.

3. Pemberian ASI

ASI merupakan makanan otak yang paling dasar. Peneliti secara konsisten terus menunjukkan berbagai macam keuntungan ASI yang behubungan dengan pertumbuhan bayi. Anak yang mengkonsumsi ASI eksklusif akan memiliki tingkat kepintaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang mengkonsumsi ASI hanya beberapa bulan saja.

4. Membiasakan berolahraga

Para peneliti di Universitas Illinois menunjukkan hubungan yang kuat antara kebugaran dan prestasi akademik di antara anak-anak sekolah dasar. Semakin bugar badan sang anak maka kemampuan dalam menerima pelajaran juga meningkat. Sebaiknya mendorong anak untuk terlibat dalam aktivitas fisik atau organisasi olahraga tertentu sesuai dengan minat anak.

5. Menyingkirkan makanan siap saji

Mengurangi asupan gula, lemak trans dari makanan siap saji dan menggantinya dengan makanan bergizi tinggi yang baik untuk perkembangan mental anak usia dini serta berfungsi dalam perkembangan motorik anak pada usia 1-2 tahun pertama. Contohnya anak-anak memerlukan zat besi untuk perkembangan jaringan otak yang sehat, anak yang kekurangan zat besi akan lambat dalam menerima rangsangan.

6. Mengembangkan rasa ingin tahu

Para ahli mengatakan orang tua yang menunjukkan rasa ingin tahunya pada anak akan mendorong anak untuk mencari ide-ide baru, sehingga merangsang anak untuk berpikir. Mengajari anak keterampilan baru serta pendidikan di luar rumah juga bisa mengembangkan rasa ingin tahu anak dan intelektualnya.

7. Budayakan membaca

Membaca adalah cara yang paling mudah untuk meningkatkan pembelajaran dan perkembangan kognitif anak-anak dari segala usia. Cara ini bisa dimulai dengan sering membacakan anak dongeng sebelum tidur dan sering-seringlah memberikan anak hadiah buku yang bisa menarik perhatiannya.

8. Mengajarkan kepercayaan diri

Orang tua sebaiknya meningkatkan semangat dan optimisme anak-anak. Berpartisipasi dalam tim olahraga atau kegiatan sosial akan membantu meningkatkan kepercayaan diri sang anak diantara teman-temannya.

9. Memberikan sarapan yang sehat

Para peneliti meyakinkan bahwa mengonsumsi sarapan yang sehat akan meningkatkan memori dan konsentrasi anak dalam belajar. Anak-anak yang tidak dibiasakan sarapan cenderung lebih mudah marah dan kurang konsentrasi pada waktu belajar, sementara anak yang sarapan akan tetap fokus dan bergerak selama jam sekolah.

Kamis, 14 April 2011

Model Mengasuh Anak

REPUBLIKA.CO.ID, Anda pernah membaca buku Battle Hymn of the Tiger Mother? Karya Amy Chua ini merupakan best seller tengah yang menjadi perbincangan warga dunia. Dalam memoarnya, ibu dari Sophia (18 tahun) dan Louisa (14 tahun) itu menceritakan kesuksesan serta kesalahan yang dibuatnya dalam mengasuh anak dengan gaya tradisional Cina.

Orang tua Cina memang terkenal otoriter. Kedisiplinan dan kerja keras demi menggapai sukses mereka pertahankan di manapun berada. “Ini menjadi nilai yang diakui bersama oleh warga Cina,” jelas sosiolog Erna Karim.

Di satu sisi, Amy mendapat acungan jempol atas hasil pengasuhannya. Di usia 14 tahun, jemari si sulung, Sophia, lincah menari-nari di atas tuts piano di Carnegie Hall. Sedangkan, adiknya, Louisa memainkan biola tanpa sedikitpun nada sumbang. Seolah memenuhi tuntutan sang bunda, keduanya juga tampil sebagai jagoan akademik.

Kenyataan itu membuat banyak orang—terutama di Amerika—terusik. Standar kesuksesan anak Amy seolah menjadikan mereka sebagai orang tua yang gagal. Di samping itu, mereka menganggap profesor hukum dari Yale University kejam terhadap anak. Sebab, ibu yang menikah dengan pria Yahudi itu mengekang kedua putrinya dari kehidupan sosial. Mereka tak memiliki pengalaman menginap di rumah teman, pergi pesta, atau ikut pementasan drama.

Amy menuntut Sophia dan Louisa meraih nilai sempurna di semua mata pelajaran, kecuali olah raga dan drama. Masing-masing juga harus rutin berlatih alat musik yang dipilihkan sang bunda. Sebegitu kerasnya terhadap anak, Amy bahkan tidak mengizinkan Louisa istirahat sejenak untuk sekadar ke kamar kecil sampai gesekan biolanya merdu memainkan lagu Little White Donkey.

Erna mengatakan orang Cina memiliki alasan kuat ketika memberlakukan gaya pengasuhan otoriter pada anaknya. Kedisiplinan dan kegigihan adalah sikap yang mereka perlukan untuk dapat bertahan hidup. “Anak-anak Cina juga terbiasa tidak tergantung pada orang lain dan selalu berusaha meningkatkan kompetensi diri.”

Anak-anak Cina juga sejak kecil telah diperkenalkan pada falsafah hidup. Mereka akan berusaha untuk tidak mempermalukan keluarga. “Dengan didikan seperti itu, generasi muda Cina memang banyak yang sukses namun emosinya datar,” komentar psikolog A Kasandra Putranto.

Sementara itu, gaya pengasuhan ala Amerika juga ada plus-minusnya. Orang Amerika lebih permisif dan sangat memperhatikan faktor psikologis anak. “Pola asuh seperti itu memang membuat anak dapat menjalani hidup sesuai pilihannya namun mengkondisikan mereka menjadi anak yang besar kepala dan seenaknya,” cetus Kasandra yang menjabat sebagai wakil ketua Himpunan Psikologi Indonesia wilayah DKI Jakarta.

Bagaimana dengan Indonesia? Kasandra menyimpulkan orang tua Indonesia berada di antara dua kutub gaya pengasuhan Cina dan Amerika. “Lantaran tiap pola asuh memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri, kita tidak bisa mengatakan mana yang terbaik.”

Sementara itu, Erna memperhatikan masyarakat Indonesia sangat plural. Ragam etnik dan agama mempengaruhi nilai-nilai yang dipergunakan orang tua dalam mendidik anaknya. “Lantas, pola pengasuhan di desa juga berbeda dengan di perkotaan.”

Masyarakat desa, lanjut Erna, lebih permisif. Orang tua cenderung membiarkan anaknya berkembang tanpa pendampingan yang sesuai dengan tuntutan zaman. “Perhatian mereka terkuras untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi.”

Lalu, di perkotaan, orang tua tampak lebih akomodatif. Kebanyakan dari mereka mencoba menyediakan sarana yang memenuhi nilai-nilai moderenisasi. “Fokus mereka pada prestasi akademik dan persaingan masa depan,” papar Erna.

Itu sebabnya, orang tua perkotaan sibuk memasukkan anaknya ke berbagai kursus. Terutama, komputer dan bahasa Inggris. “Lalu, kebutuhan otak kanan yang mencakup bidang kesenian juga diakomodasi,” jelas Erna.

Bahan renungan

Untuk mengantarkan anaknya pada keberhasilan, Amy menentukan kegiatan anaknya. Ia berpendapat hingga berusia pra remaja, anak belum dapat secara objektif menilai. Otomatis, mereka harus mengikuti pilihan orang tua.

Terlepas dari kesuksesannya dalam membesarkan anak, Amy mengaku membuat sejumlah kesalahan sepanjang perjalanan. Ia gampang naik darah, kasar dalam perkataan, dan kurang memberikan keleluasaan memilih pada putrinya. Ia juga tak segan memberi hukuman.

Amy memang mengkritik pola asuh Barat yang cenderung lunak pada anak. Ketika anak kehilangan semangat belajar biola, orang tua Barat dengan cepat menawarkan alternatif alat musik lain yang lebih mudah dikuasai. Sebaliknya, Amy justru memberi dukungan agar putrinya makin giat berlatih supaya mahir.

Tidak semua anak Cina sukses diasuh dengan gaya otoriter. Beberapa anak klien keturunan Cina di biro Psychological Practice pimpinan Kasandra tertekan dengan pola asuh seperti itu. “Mereka memilih kabur dari rumah karena tidak tahan dengan kerasnya didikan orangtua.”

Akankah pencapaian Amy dijadikan barometer oleh sejumlah orang tua? Sosiolog Erna Karim mengatakan pengekor Amy adalah mereka yang tidak mampu mengonstruksi sendiri cara mendisiplinkan anak. “Orang yang terus mengikuti perkembangan zaman namun tak tahu cara pengasuhan lebih terpengaruh dengan buku-buku seperti Tiger Mom ini,” ungkap Erna.

Tantangan Masa Kini

Anak-anak Indonesia masa kini tumbuh dalam fasilitas yang nyaris serba ada. Dengan dukungan ekonomi keluarga yang lebih mapan, mereka mudah mengeksplorasi segala hal. “Dibandingkan dengan lima tahun lalu pun kondisinya sudah berbeda sekali,” ungkap guru Bimbingan Konseling SMP Labschool Kebayoran, Sinthya Bintarti.

Sementara itu, diperkenalkan oleh tayangan TV dan orang dewasa di lingkungan sekitarnya, anak-anak juga mengenal percintaan di usia yang sangat dini. Anak TK bahkan sudah dapat menyatakan kesukaannya pada lawan jenis. “Tentunya dengan presepsi sesuai usianya,” ujar Sinthya.

Dukungan fasilitas serta kondisi lingkungan seperti itu mendatangkan masalah tersendiri bagi anak. Kedekatan mereka dengan gadget dan akses internet membuat mereka teramat tergantung dengan teknologi. “Belum saatnya mereka terlalu mengandalkan gadget,” cetus Sinthya.

Pada usia sekolah, lanjut Sinthya, semestinya anak mencari informasi dari buku bacaan. Mereka harusnya membaca langsung dari sumber primer. Sedangkan, Wikipedia sebetulnya berisi keterangan dari sumber sekunder. ”Kebiasaan mengakses Wiki menurunkan minat baca mereka terhadap buku teks.”

Lantas, anak-anak sekarang juga berani memasuki dunia pergaulan di dunia maya. Padahal, mereka belum sepenuhnya bisa memilah. “Ada bahaya yang mungkin timbul dari pertemanan dengan orang asing di social media,” kata Sinthya.

Selain itu, anak juga terlampau sering terpapar dengan tontonan tidak sehat, seperti sinetron. Tayangan tersebut membuat mereka mudah berkata kasar. “Mereka menganggap berkata kasar merupakan bagian yang biasa dalam pergaulan,” ucap Sinthya.

Di lain sisi, ada komunikasi yang terputus antara orang tua dan anak. Sering kali, ekspektasi anak terhadap orang tuanya gagal tersampaikan secara utuh. “Anak belum selesai mengutarakan harapannya, ayah ibunya sudah keburu memotong,” kata Sinthya.

Ketika nilai ulangan jelek, misalnya, orang tua tidak mendengar sampai tuntas penyebab versi anak. Padahal, anak membutuhkan dukungan ayah bundanya. “Cobalah untuk menurunkan diri sedikit agar bisa merasakan masalah yang dialami anak,” saran Sinthya.

(Reiny Dwinanda, wartawan Republika)

Rabu, 13 April 2011

Dunia

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Pengajian pada Jum’at malam tanggal 29 Oktober 2010 berkenaan dengan Zuhud, Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata bahwa : ‘Zuhud adalah hampa-nya hati dari dunia.’ Terkadang beliau mengatakan bahwa : ‘Zuhud adalah memusuhi dunia,’ Wejangan ini sungguh apik dan butuh penjelasan, karena tasawuf adalah ilmu tahapan. Yang pertama adalah akhir dari perjalanan zuhud sedangkan yang kedua adalah awal zuhud. Orang yang memusuhi dunia adalah orang yang sedang berperang (muthasowif) sedangkan orang yang hatinya hampa dari dunia adalah orang yang telah sampai (Sufi). Awal zuhud adalah perjuangan memusuhi kesenangan dan meninggalkan keinginan, sedangkan pada akhirnya berserah setelah jalan panjang perjuangan. Orang awam sering berpendapat bahwa dunia adalah harta benda, pendapat ini tidak salah namun tidak tepat, karena dunia adalah segala macam kehidupan yang dapat melalaikan seseorang dari Tuhan, merusak tauhid, yang didalamnya ada sesuatu yang dapat dilihat, dirasakan dan diraba, hakikatnya semual hal yang menyenangkan jiwa. Orang dari suku jawa sering mengatakan,berhati-hatilah terhadap harta, wanita dan tahta, tidak perlu dikejar-kejar, karena setiap manusia mesti mendapatkan bagiannya masing-masing dan tidak akan tertukar. Harta dan wanita dapat dilihat dan dirasa dan sungguh sangat jelas merupakan makanan favorit jiwa, sedangkan kedudukan atau jabatan atau tahta merupakan ujung daripada kebanggaan jiwa, karena ‘tahta’ bisa memicu dan membangunkan jiwa binatang buas pada diri seseorang, serta mengundang syaithon untuk memicunya, alhasil dengan banyak berangan-angan tentang tahta membuat manusia menjadi kalap dan mengejarnya tanpa menghiraukan norma-norma. Jika sudah demikian, syaithon menjadi pembimbingnya dengan cara terang-terangan dan juga tersembunyi (halus). Orang yang mabuk jabatan bagaikan serigala yang berbulu domba, ia berpura-pura menyelamatkan perusahaan atau negara padahal ia merampok. Jabatan atau tahta yang dimaksud disini bukan saja yang berkenaan dengan kedudukan pada swasta atau pemerintahan melainkan juga keagamaan. Didalam Al Qur’an terdapat banyak dijumpai kata dunia yang selalu dipadukan dengan akhirat, sedangkan bumi dengan langit, oleh karenanya dunia itu mencangkup bumi dan langit beserta isinya. Ada ayat Al Qur'an mengatakan bahwa dunia itu melalaikan, dunia itu hanyalah permainan belaka, dan ada juga dikatakan bahwa manusia harus mengambil bagiannya di dunia itu, maksudnya adalah sesuai peran kehidupannya. Jadi dunia ini melibatkan jawarih manusia dan juga jiwa. Nah membenci dunia letaknya ada pada jiwa, oleh karena itu orang yang kaya raya, mempunyai istri-istri yang cantik dan anak yang banyak boleh jadi ia seorang yang zuhud (zahid), dan sebaliknya orang yang tidak mempunyai harta benda malah sangat mencintai dunia (hubbud dunya). Oleh sebab itu ukuran zuhud bukan pada harta, wanita dan kedudukan, bukan pada dunia, melainkan pada keadaan jiwa ini, apakah ia selalu dalam keadaan meninggalkan kesenangan dan keinginan. Oleh karenanya didalam dunia kesufian zuhud pada awalnya adalah sebuah upaya memusuhi dunia dan pada akhirnya hampa-nya hati terhadap dunia, jadi jelas sekali tahapannya, bahwa memusuhi dunia adalah tindakan manusia sedangkan penghapusan dunia dari hati atau menjadi hampa adalah tindakan Tuhan, sehingga pada awalnya zuhud termasuk dalam kategori maqom dan pada akhirnya zuhud adalah ‘hal’, yakni sesuatu yang pada awalnya diupayakan dengan jalan riyadhah dan mujahadah atau dawamudz dzikri wa dawamun ubudiyah, dan pada akhirnya merupakan keberserahan, sehingga Allah mengkaruniai musyahadah.

Hubungan antara dunia dengan jiwa begitu mesra, Syaikh Maulana Jalaluddin Rumi,ra., menuturkan kisah yang sangat apik dalam bentuk prosa, dalam kisah ini wanita melambangkan dunia, pohon pir melambangkan jiwa dan suami melambangkan ruh. Seorang wanita dalam perjalanan dengan suaminya bertemu dengan kekasih lamanya yang sedang duduk dibawah pohon pir, timbulah keinginannya untuk bercumbu dengannya. Wanita itu dapat berpikir dengan cepat dan berkata kepada sumainya : ‘Sayang, aku ingin memanjat pohon pir untuk mengambil buahnya.” Suaminya mengangguk tanda setuju, lalu ia memanjat dan sesampainya diatas ia berteriak kepada suaminya, ‘Sayang, apa yang sedang engkau lakukan?’ ‘Saya sedang tidak melakukan apa-apa.’ Jawab sang suami. ‘Jangan membohongi aku, engkau sedang bercumbuan dengan seorang wanita’ Teriak istrinya. Bercumbuan? Tidak! Tidak ada wanita dibawah sini. ‘Ya sudah aku akan turun dan membuktikannya sendiri.’ Setelah turun ia meminta suaminya memanjat pohon pir untuk mengambil buah yang tidak jadi diambilnya. Begitu sang suami berada diatas pohon, wanita itu mulai bercumbuan dengan pacarnya. Sang suami berang ‘Apa yang sedang engkau lakukan, mengapa engkau bercumbuan?’ ‘Bercumbuan? Tidak! Saya tidak bercumbuan, sepertinya berada diatas pohon itu menjadikan kita melihat yang bukan-bukan. Tadi, akupun demikian, melihat engkau sedang bercumbuan dengan seseorang, padahal engkau tidak melakukan apa-apa.’ Iya , .. ya Jawab sang suami.

Kisah diatas begitu hebat, dunia (wanita) dan pohon (jiwa) bersekongkol mengelabui sang suami (Ruh). Dwmikianlah yang terjadi pada setiap waktu didalam diri manusia, suami (ruh) selalu mengajak kepada kebaikan namun sang istri (jiwa) selalu membelotnya dan mengajak kepada kejahatan, dan Tuhan memang sengaja menciptakan sarananya, yakni dunia. Oleh sebab itu tanpa pertolongan Tuhan, manusia tidak akan mampu berjalan sesuai tuntunan agama, karena dunia dicipta memang demikian adanya yang selalu berselingkuh dengan jiwa.

Mencintai dunia mempunyai tingkatan-tingkatan, dari yang mudah dikenali sampai yang sangat sulit dikenali. Namun sungguh jelas, hampir semua orang mencintai dunia, terbiasa menikmati kesenangan dan terjebak kepada keinginan-keinginan, dari kalangan awam sampai dengan orang yang mengurus agama. Jadi bohong belaka orang yang mengaku zuhud, tetapi masih banyak keinginan dan menikmati kesenangan serta khawatir akan masa mendatang. Seorang salik mengiringi Syaikh Waasi’ Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya) pergi haji dengan cara ifrad bukan tamattu, sang murid bertanya : ‘Mengapa kita harus ber-ifrad Syaikh bukan tamattu?’ Beliau menjawab : ‘Karena arti daripada tamattu adalah bersenang-senang. Pergi haji bukan untuk bersenang-senang melainkan meninggalkannya dan berlapar-lapar agar beroleh musyahadah.’ Nah, jika bukan seorang syaikh, sulit bagi seseorang bisa berhaji meskipun ia pergi haji, bila dihadapannya selalu ada fasilitas yang mewah dan makanan yang enak-enak. Orang yang hatinya telah hampa dari dunia (para syaikh sufi) tidak akan terpikat oleh hal-hal demikian, sedangkan orang yang sedang berjuang memusuhi dunia (mutashowif), kebanyakan bertekut lutut karenanya. Sebagai suri tauladan daripada zuhud adalah baginda Rasulullah,saw., meskipun hak ghonimahnya (rampasan perang) begitu besar, beliau,saw., tidak pernah menikmatinya dan selalu membagikan kepada umatnya yang membutuhkan, dan bahkan beliau,saw., selama hidupnya tidur diatas pelepah kurma dan makan seadanya saja, bukankah ini zuhud, yakni hampa-nya hati dari dunia?


Dunia memang sengaja diciptakan oleh-Nya untuk menjadi hijab, bila seseorang memusuhi dunia (zuhud), meninggalkan kesenangan dan menekan keinginan maka dunia terangkat dari hadapannya, yang ‘dilihat’ olehnya hanyalah Allah semata. Nah, orang yang demikian hatinya menjadi hampa terhadap dunia. Zuhudnya orang awam selalu dikaitkan dengan harta benda dan hal ini sangat mudah dikenali, sedangkan zuhudnya orang yang mengurus agama sulit dikenali, sebagai contoh bahwa ia selalu membicarakan agama dihadapan orang lain, akan tetapi didalam bicaranya itu selalu terkandung sesuatu harapan akan sanjungan-sanjungan, sehingga terjadilah proses pembentukan opini atau istilah sekarang disebut 'pencitraan' bahwa ia adalah orang yang zuhud, orang yang alim, orang yang mempunyai keadaan spiritual yang tinggi. Jadi ada harapan-harapan akan sanjungan, ada keinginan, bicaranya bukan untuk Allah tetapi untuk dirinya, inipun masuk dalam kategori mencintai dunia (hubbud dunya), namun sangatlah halus. Oleh sebab itu banyak para syaikh sufi, melawan atau berpuasa berbicara, serta 'bermusuhan' dengan murid-muridnya, dalam dunia kesufian disebut ‘samad’. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering memberikan isyarat-isyarat bahwa beliau akan melakukan samad ini dan berkata kepada seorang muridnya : ‘Bila waktu samad tiba, engkau kuizinkan boleh tinggal bersamaku.’ Sungguh merupakan kebahagiaan bila seorang murid dapat melayani syaikhnya yang sedang samad.

Kisah, Syaikh Sufyan ats Tsauri,ra., datang menjenguk Rabi’ah al Adawiyah,ra., : ‘Wahai Sufyan katakan sesuatu padaku.’ Jika saja engkau mau berdoa untuk kesembuhanmu, niscaya Allah mengabulkan, dan sakitmu pun akan hilang. Tidakkah engkau mengetahui siapa yang berkehendak atas penderitaanku ini? Bukankah Allah? Ya jawab Sufyan. Nah engkau mengetahuinya, namun mengapa engkau memintaku untuk memohon kepada-Nya apa yang bertentangan dengan kehendak-Nya? Tidaklah benar menentang kehendak Sahabat. Lalu apa yang engkau inginkan, wahai Rabi’ah? Tanya Sufyan. Sufyan, engkau adalah seorang yang terpelajar. Mengapa engkau berbicara seperti itu? Apa yang kau inginkan? Demi kemuliaan Allah, selama dua belas tahun aku mengidamkan kurma. Engkau pun tahu bahwa di Basrah, kurma berlimpah dan mudah didapat. Namun hingga saat ini aku belum memakan satu butir pun, karena aku adalah hamba-Nya, dan apa urusan hamba dengan keinginan? Jika aku ingin, namun Tuanku tidak ingin, ini adalah ketidaksetiaan. Untuk menjadi hamba Allah yang sejati, engkau seharusnya hanya menginginkan apa yang diinginkan-Nya. Jika Allah sendiri yang memberi, itu lain persoalan. Sufyan pun terdiam sejenak, kemudian ia berkata ‘Karena tak seorang pun dapat menilai keadaanmu, katakanlah sesuatu mengenai keadaanku.’ ‘Engkau adalah adalah orang yang baik, namun kenyataanya engkau mencintai dunia! Buktinya engkau cinta meriwayatkan hadis-hadis.’ Ya Allah pekik Sufyan, ridhalah kepadaku! Tidaklah engkau malu, tukas Rabi’ah, ‘memohon keridhaan yang engkau sendiri tidak ridha kepada-Nya?

Seorang ulama terkemuka di Basrah mengunjungi Rabi’ah,ra., ia duduk disisi bantal, ulama itu mulai mencaci maki dunia. ‘Anda sangat mencintai dunia!’ komentar Rabi’ah. ‘Jika anda tidak mencintai dunia, maka anda tidak akan begitu banyak menyebut-nyebutnya. Pembelilah yang selalu merendahkan nilai barang. Jika anda sudah putus hubungan dengan dunia, maka anda tidak akan menyebut-nyebutnya, pepatah mengatakan bahwa siapa yang mencintai sesuatu, ia akan sering menyebut-nyebutnya.’ Nah sekarang kita bisa melihat acara keagamaan yang sering muncul di tv, ada yang selalu menyebut-nyebut shodaqoh, harta benda, dan malah kalau sudah bicara agama seperti mabuk yang tidak dapat menyetop bicaranya.

Kisah diatas sungguh amat elok, dihadapan Rabi’ah,ra., ulama-ulama yang agung pun terlihat sisa kecintaannya terhadap dunia, meskipun para santrinya mengatakan bahwa mereka adalah zahid pada masanya, lalu bagaimana dengan kita para sahabat?

Semoga Allah mensucikan dan mengampuni dosa-dosa kita, amiin Yaa Allah Yaa Rabbal Alamiin.

Khalwat

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Dan telah kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. (QS 7 : 142)

Khalwat secara etimologi dapat diartikan menyendiri, lawan kata daripada ‘ngariung’, berkumpul, shohbet, atau shuhbah. Di beberapa daerah di Indonesia, mereka menyebutnya suluk, dan orang yang sedang atau telah mengikuti suluk, disebut salik. Sulit menemukan kitab yang menjelaskan tentang khalwat, dari sekian banyak kitab-kitab tasawuf yang ada, hanya dapat ditemui didalam karya Syaikh Syihabuddin Umar Suhrawardi,qs., yang berjudul Awarif al-Maarif. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) pernah mengatakan bahwa bab terakhir dari kitab yang fenomenal ‘Ihya Ulumiddin’ karya Imam al-Ghazali,ra., adalah tentang khalwat, namun inipun karya Guru beliau yang disatukan didalam kitab tersebut, sangat disayangkan, bab khalwat ini tidak lagi dapat ditemukan didalam kitab yang mulia ini, lenyap, entah apa alasanya.

Sebelum masa kenabian kira-kira usia yang mulia Sayyidina Muhammad,saw., menjelang empat puluh tahun, beliau senang menyendiri atau melakukan khalwat ke gua hira di Jabal Nur, jaraknya kira-kira dua mil dari mekah, gua itu tidak terlalu besar, dan juga tidak terlalu kecil. Sampai saat ini, gua tersebut masih dapat dilihat, jemaah haji dari Indonesia banyak yang menyempatkan diri berziarah ketempat ini.
Sejarah mengatakan bahwa di bulan Ramadhan pada tahun ketiga dari masa pengasingan di gua hira, wahyu yang pertama turun. Ini bukti bahwa, beliau berkhalwat dalam kurun waktu yang lama. Juga didalam al-Qur’an dapat dijumpai kisah Nabi Musa,as., yang melakukan khalwat selama tiga puluh hari, lalu Allah SWT menambahnya sepuluh hari lagi, maka genaplah menjadi empat puluh hari lamanya seperti yang termaktub pada ayat diatas. Para Syaikh sufi mengatakan bahwa masa khalwat yang sempurna adalah empat puluh hari lamanya. Kelompok yang mengatakan bahwa khalwat bukan ajaran dari Nabi Muhammad,saw., adalah salah besar! Justru orang-orang yang mengaku dirinya ulama, namun tidak pernah melakukan khalwat, maka pengakuannya mengada-ada dan sia-sia. Karena jalan pintas untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT adalah khalwat atau suluk. Nyaris tidak ada riwayat yang mengisahkan bahwa ketinggian ruhani seseorang, khususnya para syaikh sufi didapat tanpa melakukan khalwat. Jadi khalwat hukumnya wajib bagi orang-orang yang mendambakkan kesucian lahir ataupun batinnya. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Tidak banyak berguna orang yang bertarekat namun tidak melakukan khalwat, karena ibadah yang sejati ada pada khalwat.’

Mengasingkan diri atau menyendiri untuk sesaat lamanya, sangat dibutuhkan oleh manusia. Namun harus berhati-hati, banyak riwayat mengatakan bahwa teman daripada orang yang menyendiri adalah syaithoon, oleh karenanya, seseorang harus mempunyai pengetahuan agama yang prima terlebih dahulu. Mengasingkan diri dari khalayak ramai dalam masa yang panjang atau untuk menghabiskan masa tuanya, dalam istilah tasawuf disebut ‘uzlah’, sedangkan memisahkan diri atau menyendiri untuk sementara waktu dari segala sesuatu yang bukan Tuhan adalah ‘Khalwat’. Sikap seseorang yang layak ketika memutuskan untuk beruzlah atau berkhalwat adalah, merasa bahwa masyarakat akan terhindar dari kejahatannya, bukan merasa bahwa ia akan terhindar dari kejahatan mereka. Yang pertama, adalah hasil daripada memandang rendah dirinya sendiri, sedangkan sikap yang kedua adalah merasa bahwa dirinya lebih baik dari orang lain. Orang yang memandang dirinya tidak berharga adalah rendah hati, sedangkan orang yang menganggap dirinya lebih berharga ketimbang orang lain adalah takabur. Didalam tradisi tarekat, menyendiri itu harus atas perintah Mursyidnya atau perintah Syaikhnya dan selalu didalam pengawasannya baik lahir atau batinnya. Kira-kira usia muda, yang mulia Syaikhuna pernah meminta izin dari gurunya untuk melakukan khalwat didalam hutan, segala sesuatu perbekalan telah dipersiapkan, namun tidak diperkenankan oleh sang guru. Hal ini menunjukkan bahwa, khalwat adalah pekerjaan khusus, dan diperuntukkan bagi para suci yang memang benar-benar membutuhkan, guna kemajuan spiritualnya, bukan untuk hal lain dan atas kehendak gurunya dan bukan kehendak dirinya sendiri. Pada saat berkhalwat, seorang Syaikh tidak saja menjadi pembimbing dan pengawas bagi para saliknya, melainkan turut serta mengerjakannya dan patuh atas segala sesuatu yang diwajibkan dalam berkhalwat kepada saliknya. Dikatakan, ‘Apabila Tuhan hendak memindahkan hamba-Nya dari kehinaan kekafiran menuju kemuliaan ketaatan, Dia menjadikannya intim dengan kesendirian, kaya dalam kesederhanaan, dan mampu melihat kekurangan dirinya. Barang siapa telah dianugerahai semua ini, berarti telah mendapatkan yang terbaik dari dunia dan akhirat.’

Hadrat Sayyidi Syaikh Abdul Qadir al-Jailani (semoga Allah mensucikan Ruhnya) berkata : “Menyendiri merupakan sesuatu yang mesti engkau alami. Ketika ajal datang menjemput, semua sahabat dekat akan memutuskan hubungan denganmu, dan semua keluarga akan berpisah darimu. Maka dari itu, berpisahlah dari mereka, dan putuskan hubungan dengan mereka, sebelum mereka meninggalkanmu dalam kesulitan. Kubur akan menjadi jalan kecil menuju Allah SWT., menjadi koridor. Matilah engkau, sebelum engkau mati (mutu qabla antamutu). Matilah terhadap dirimu, dan terhadap mereka, maka engkau akan hidup didalam Dia. Engkau akan menjadi seperti orang mati, yang dimanipulasi oleh tangan takdir, menerima bagiannya dengan sepi ing pamrih.” Dan beliau berkata : “Memegang teguh tauhid adalah menyingkirkan semua makhluk, menjauhkan diri dari pergolakan tabiat untuk menuju alam malaikat, kemudian meninggalkan alam malaikat dan berhubungan dengan Allah SWT.”

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Salah satu rukun dalam berkhalwat adalah kemauan yang teguh atau niat yang keras.’ Tanpa bermodalkan kemauan yang membaja sebaiknya jangan coba-coba ikut berkhalwat, bisa jadi seseorang akan berputus asa, karena berkhalwat adalah berpantang dari segala sesuatu selain Allah SWT., Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Khalwat adalah menghadirkan rasa terus menerus seolah-olah menjemput kematian.’ Dan : ‘Khalwat dapat dilakukan selama sepuluh, dua puluh dan empat puluh hari lamanya.’ Rasulullah,saw., bersabda : ‘Barangsiapa (beramal) dengan ikhlas karena Allah selama 40 hari (pagi), niscaya terpancarlah sumber-sumber hikmah dari hatinya kelidahnya.’

Dalam pelaksanaannya, Syaikhuna sering melatih murid-muridnya untuk berkhalwat selama tiga, lima, tujuh hari dan sepuluh hari. Itupan membuat beliau banyak meneteskan airmata, melihat murid-murid masa kini menjadi pucat dan kurus, sering mengeluh dan merintih karena hampir semua persendian merasa ngilu, dan menu makannya sangatlah sederhana. Oleh karenanya, ditengah malam syaikhuna terkadang memberikan bonus berupa ‘teh manis’ kepada para salik, walaupun dibalik ini ada pelajaran yang tersembunyi, adakah kebahagiaan atau penyesalan setelah meminumnya,setelah keberpantangannya luntur? Hal ini akan terpancar dari mata dan jawarih (indera) yang lain, sehingga yang mulia Syaikhuna akan segera mengetahuinya. Seharusnya para salik malu jika sang guru mengambil kebijaksanaan seperti ini. Tekad untuk mendekatkan diri kepada Allah,swt., tidak boleh kendur, jika dirasa lapar, haus, ngantuk, pegal dan linu persendian, jenuh adalah hal biasa, dan memang itulah ujian untuk lahiriyah, sedangkan ujian batiniyah lebih dasyat, berupa cakap-cakap hati, menerawang dunia dan kekhawatiran terhadap keluarga dan perdagangan, sehingga Allah SWT tersingkirkan. Hanya dengan menjaga kondisi-kondisinya saja manfaat khalwat bisa muncul kepermukaan. Allah SWT berfirman : ‘Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya. (QS 18 : 110) Para mutashowif menafsirkan ‘amal yang saleh’ adalah berkhalwat dengan cara-cara tertentu.

Seorang murid berkata : ‘Kecil hati ini, gentar bercampur bahagia, tatkala Syaikhuna menunjuk untuk berkhalwat.’

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Khalwat adalah ibadah yang bermutu tinggi.’ Seorang sahabat menangis, ketika melihat labu yang berukuran kecil, teringat bagaimana indahnya pada saat berkhalwat, labu itu menjadi makanan yang terlezat tiada duanya. Betapa tidak, berbuka dan makan sahur, dengan nasi dan air yang ditakar, nasi sekepal dengan lauknya labu siam yang kecil atau tempe, minumnya air putih kira-kira lima kali teguk. Setiap makanan atau minuman yang masuk kemulut, sebelum ditelan diwajibkan dikunyah atau dikumur-kumur terlebih dahulu selama tiga puluh tiga kali, sambil berdzikir membaca Laa Ilaaha Illallaah. Lamanya berpuasa dua puluh dua jam sehari, karena setelah sholat Isya tidak diperkenankan lagi makan atau minum sampai waktu sahur, kecuali bilah Syaikhuna memperkenankannya. Duduk tidak boleh menyender dan wajib duduk bersimpuh atau bersila serta terus menghadap kiblat. Tidak diperkenankan tidur kecuali bila ngantuk menyerang, dan tidurnya wajib tetap menghadap kiblat dan tanpa alaskan bantal. Tidak diperkenankan bicara dengan manusia baik secara lisan atau isyarat. Harus selalu berdzikir dalam setiap keadaan, dan harus menyelesaikan menu khalwat yang diramu oleh Syaikhuna, disamping menyelesaikan pekerjaan tarekatnya masing-masing. Shalat fardu wajib berjamaah dan berpakaian serba putih.

Seorang murid bertanya : ‘Apa beda bertapa dan khalwat ?’ Syaikhuna menjawab : ‘Bertapa juga berpantang dari dunia, akan tetapi niat dari bertapa bermacam-macam, ada yang ingin kesaktian, kekayaan dan kehormatan sedangkan berkhalwat hanya untuk Allah semata, segala sesuatu yang berkenaan dengan keberpantangan dan ketekunan akan membuahkan hasil, baik itu untuk kejahatan ataupun sebaliknya untuk kebaikan.’ Barang siapa menginginkan hakikat sesuatu agar terungkap dalam berkhalwat dan latihan ruhani , khususnya agar memperoleh keajaiban-keajaiban dan bukan kedekatan kepada Allah SWT, maka yang demikian itu adalah inti daripada penipuan terhadap diri sendiri. Itulah penyebab kejauhan bukannya kedekatan, dan akar daripada keangkuhan. Dalam pensucian dari noda, agar hati cemerlang dan bercahaya, maka mengurangi makan dan minum serta terus menerus dalam berdzikir mempunyai pengaruh yang sempurna. Seorang salik sejati adalah yang tidak dilemahkan oleh keinginan untuk memperoleh berbagai macam keajaiban. Sebab bagi sebagian orang yang melakukan ‘pertapaan’ tanpa pembimbing, apalagi yang tidak berpegang pada tali syariat agama Islam, lalu seolah-olah telah mengalami keajaiban-keajaiban dalam kesendiriannya, maka semakin hari akan semakin sombong dan jauh menyimpang dari jalan keselamatan serta tuli dari mendengar Kalam Allah. Jika keajaiban atau penyingkapan ini jatuh dijalan orang-orang yang benar dan tulus, tanpa mereka mengharapkannya, maka yang demikian ini adalah sebuah berkah yang besar, karena inilah sebab yang memperkuat keyakinan dan meningkatkan amal ibadah.

Didalam delapan prinsip tarekat Naqsyabandiyah dikenal istilah ‘khalwat dar ajuman’ atau menyepi ditengah keramaian. Keadaan ini merupakan buah daripada melakukan khalwat, orang itu akan merasa selalu bersama-sama dengan Tuhanya, walaupun ia berada ditengah-tengah keramaian, atau jasadnya dibumi dan ruhnya berada dilangit, itulah sebaik-baik keadaan.

Suasana menjelang memasuki ruang khalwat sangat ‘mencekam’, diawali dengan mandi sunat, lalu mendengarkan Syaikhuna menyampaikan wejangan, dan berjuta rasa meliputi hati saat beliau mengumandangkan azan, tanda menjemput kematian tiba, isyarat dimulainya keberpantangan dari yang lain kecuali Allah SWT. Biasanya, pada hari ketiga tatkala tubuh mulai gontai, keajaiban mulai mendekat. Phisik sudah melemah, menaiki satu anak tangga bagai seribu anak tangga, berjalan dua puluh meter ke Mas’jid bagai dua ratus kilometer. Keinginan untuk makan sahur dan berbuka sudah tertinggal jatuh kebelakang, yang ada hanyalah makanan keruhanian, yaitu dzikir-dzikir, karena makanan yang hakiki adalah yang didalamnya tidak ada keharaman sama sekali yakni dzikir. Saat mulai lupa terhadap keberadaan, lalu pandangan agak buram dan wajah mulai pucat, maka pikiran menjadi jernih, hati terbuka hanya kepada Allah semata, tafakur (kontemplasi) menjadi-jadi, muroqobah (meditasi) berjalan dengan sendirinya, rasa ‘Hudur Al-Haq’ datang dalam waktu yang lama. Di saat seperti ini, kewaspadaan harus tetap dijaga, kerendahan diri dihadapan Tuhan harus berlaku terus menerus, robithoh (ini yang fundamental) harus dikerjakan secara berkala, agar mendapatkan kekuatan lahir dan batin disamping memperoleh jembatan untuk menyeberangi taman-taman yang indah.

Allah SWT berfirman : ‘Berkata Zakariya, berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah mengandung), Allah berfirman : ‘Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbilah di waktu petang dan pagi hari. (QS 3 : 41)Inilah sebuah bukti bahwa barang siapa tidak berbicara dengan manusia selama tiga hari, lalu diisinya dengan berdzikir hanya kepada Allah SWT maka hikmah akan mengalir kedalam dadanya.

Hakikat berkhalwat ini harus dibawa kedalam kehidupan sehari-hari, jasad ini harus ‘disiksa’ dan jiwa harus diputus dari kesenangan duniawi, agar hati menjadi bening, tidak lagi gaduh seperti suasana pasar. Segala sesuatu yang enak bagi jiwa ini adalah racun bagi hati dan sebaliknya segala sesuatu yang tidak mengenakan bagi jiwa ini adalah kehidupan bagi hati. Jika seseorang sudah dapat memahami keutamaan keberpantangan, maka ia akan meraihnya dengan sungguh-sungguh sesuai dengan kemapuannya. Karena sesungguhnya ibadat tidaklah lestari bila masih berkumpul dengan orang banyak, kemesraan akan didapat dalam kesendirian dan hanya berdua-dua-an dengan kekasih tanpa adanya yang lain, oleh karenanya, tidak ada seorang wali atau nabi pun yang tidak mengalami kesendirian baik sebelum ataupun sesudahnya.

Kalau sudah minum air telaga
Malampun terjaga
Diterangi lentera yang terus menyala
Mencari diri yang ditelan dunia

Mata terpejam hati memandang
Beroleh cahaya yang gilang gemilang
Tenggelam di kedalaman samudera nan terang
Dada yang sesak pun menjadi lapang

Terisak-isak, menangis menanggung duka
Menyesali sayap-sayap yang lenyap terbakar dosa
Tinggalah suara kerinduan tanpa daya
Terus berdzikir sampai ‘aku’ lupa

Terombang-ambing ditelan waktu
Seperti orang tolol ditengah-tengah orang bisu
Sesekali kutinggalkan waktu, di belakang atau didepan mataku
Agar hati mampu selalu menghadap, Kepada Dzat yang tak tersentuh waktu

Khalwat adalah obat rasa duka
Diliputi oleh rahasia dalam rahasia-Nya
Perjalanan ini membuatku takjub akan ke Agungan-Nya
Yang terbuka satu persatu karena belas kasih-Nya

Imam Abul Qosim Al Junaid Al Bagdad (semoga Allah meridhoinya) berkata : ‘Barang siapa mengingingkan agamanya sehat dan raga serta jiwanya tentram, lebih baik ia memisahkan diri dari orang banyak. Sesungguhnya zaman yang penuh ketakutan, dan orang yang bijak adalah yang memilih kesendiriannya.’

Imam Al-Qusyairy An-Naisabury (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Apabila Tuhan hendak memindahkan hamba-Nya dari kehinaan kekafiran menuju kemuliaan ketaatan, Dia menjadikannya intim dengan kesendirian, kaya dalam kesederhanaan dan mampu melihat kekurangan dirinya. Barangsiapa telah dianugerahi semua ini berarti telah mendapatkan yang terbaik dari dunia dan akhirat.